Monday, 30 October 2017

SYARAT-SYARAT keSOHIHAN HADIS

1.     Istilah al-Sanad (sanadnya bersambug)

            Bersambungnya sanad merupakan langkah pertama dalam meyakinkan penisbatan suatu hadis kepada Nabi SAW. Setelah itu, barulh dibicarakan mengenai rawi yang meriwayatkannya.
            Adapun beberapa langkah dalam mengetahui bersambung tidaknya suatu sanad, diantaranya sebagai berikut :
a.      Mencatat semua rawi dalam sanad yang akan diteliti;
b.      Mempelajari masa hidup masing-masing rawi;
c.       Mempelajari shighat tahammul wal ada’ yaitu bentuk lafal ketika menerima atau mengajarkan hadis;
d.      Meneliti guru dan murid.


2.     Adalat al-rawi  (rawinya adil)

            Definisi mengenai adil di kalangan ulama ahli hadis sangat beragam, tetapi emua itu berangkat dari kepentingan dan hal-hal substantive yang sama. Menurut Al-Razi misalnya, ‘adil didefinisikan sebagai kekuatan ruhani (kualitas spiritual) yang mendorong untuk selalu berbuat takwa, yaitu mmpu menjauhi  dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah (boleh) yang menodai muruah seperti makan sambil berdiri, buang air kecil bukan pada tempatnya, serta bergurau secara berlebihan[1]


3.     dhabith al-rawi (kemampuan rawi memelihara hadis)
                                 
            Dimaksud dengan dhabith ialah kemampua rawi memelihara hadis ,baik melalui hafalan maupun catatan, yaitu mampu meriwayatkan sebagaimana diterimanya[2]


4.     Tidak syadzdz

            Yang dimaksud dengn syadzdz ialah apabila rawi yang tsiqot  (terpercaya) dalam suatu hadis, menyalahi hadis lain yang rawinya lebih tsiqot dibandingkan rawi pada hadis pertama.[3]


5.     Tidak ada illat

            Illat artinya penyakit atau sesuatu yang menyebabkan keshohihan hadis ternodai. Illat yang ada pada suatu hadis tidak tampak secara jelas, melainkan samar-samar, sehingga sulit ditemukan, kecuali oleh ahlinya. Oleh karena itu, hadis semacam ini akan banyak ditemukan pada tiap rawi yang tsiqot  sekalipun.





[1] Ending soetari, ilmu hadis kajian riwayah dan dirayah, (bandung:Amal bakti press 1997), cet. Ke-2 h,106
[2] Ibid
[3] Ibid.h,83

Sunday, 29 October 2017

DAlil Pelarangan dan Pembolehan Penulisan Hadis

                Dalam Alqur’an dan hadis, baik secara tersurat maupun tersirat, diterangkan bahwa hadis adalah sumber tasyri  yang kedua sesudah Alqur’an. Namun, walaupun keduanya adalah sumber tasyri islam, dalam penulisan dan kodifikasinya satu sama lain berbeda.
                Penulisan Alqur’an sudah dilakukan di zaman Rasululloh SAW. Secara teratur dan terarah, serta para sahabat selalu mendapatkan bimbingan dari padaNya.

Dalil pelarangan penulisan Hadis

            Pada masa permulaan islam, Rasululloh SAW tidak merestui para “penulis wahyu” mencatat sabda-sabdanya selain Alqur’an. Sebagai tindak lanjut dari ketidaksetujuan tersebut, Rasululloh SAW. Memerintahkan menghapus segala catatan yang berhubungan dengan tulisan, selain Alqur’an. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri bahwa rasululloh SAW. Bersabda :
لا تكتبوا عني ومن كتب عني غير القران فليمحه وحدثوا عني ولا حرج ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
Yang artinya :” jangan kalian menulis (hadis) dariku dan barangsiapa menulis selain Alqur’an dariku, hendaklah ia menghapusnya. Kabarkanlah (hadis) dariku dengan leluasa dan barang siapa yang berdusta dengan sengaja atas namaku, maka bersiap-siaplah tempatnya duduknya di neraka”[1] HR.muslim
Selain Rasululloh SAW memerintahkan menghapus catatan selain Alqur’an jika terlanjur dicatat, beliau tidak memberi izin jika ada sahabat yang menulisnya, sebagaimana diterangkan dalam riwayat-riwayat berikut :”
جهد نابالنبي ص لله عليه وسلم ان يأذن لنا في الكتاب فأبي و في رواية عنة قال : يستأذنا النبي ص لله عليه وسلم ف الكتاب فلم يأذن لنا.......خرج رسول الله ونحن نكتب الاحاديث فقال : ماهذا الذي تكتبون قلنا الحديث نسمعها منك  قال كتاب غير كتاب اللله اتدرون ما ضل الامم قبلكم الا بما كتبوا من الكتاب مع كتاب اللله تعلي
Yang artinya :”kami bersih keras meminta izi kepada Nabi SAW, untuk menuliskan (hadis). Namun, beliau melarangnya. Dalam riwayat lain, dikemukankan juga bahwa :”kami meminta izin kepada Nabi SAW, untuk menuliskannya, tetapi tetap beliau tidak mengizinkan…….ketika beliau keluar, kami serta merta menuliskan hadis-hadis itu. Namun, kemudian Nabi bertanya, “apa yang kalian tulis itu?” kami menjawab :”ini adalah hadis-hadis yang kami dengar darimu.” Nabi bersbda :”ini adalah kitab selain kitab Alloh. Tahukah kalian, betapa banyak ummat sebelum kalian yang sesat yang mereka menuliskan (hadis) bersama kita Alloh “[2]
            Dari keterangan-keterangan di atas, menunjukkan bahwa Rasululloh SAW. Melarang dan tidak menyenangi para sahabat mencatat hadis dan sabdanya.

Dalil diperbolehkannya menulis Hadis, atau membukukannya

            Dalam hadis riwayat Abu Dawud, meriwayatkan sebuah hadis sebagai berikut :
عن عبد الله بن عمر وقال كنت اكتب كل شئ اسمعه من رسول الله صل الله عليه وسلم اريد حفظه فنهتني قريش وقالوا اتكتب كل شئ تسمعه و رسول الله صل الله عليه وسلم بشر يتكلم في الغضب والرضا فأمسكت عن الكتاب فذكرت ذالك لرسول الله صل الله عليه وسلم فأومأ بأصبعه  الي فيه فقال اكتب فو الذي نفسي بيده ما يخرج منه الا حق
Yang artinya :”dari Abdulloh bin Amr’, ia berkata :”aku menulis segala yang kudengar dari                                 Rosulullohi SAW. (karena) aku ingin memeliharanya. Namun, seseorang Quraisy melarangku dan berkata, “apakah kau tulis segala yang kau dengr?” kemudian, aku akupun menahan diri dari penulisan itu dan hal. Kemudian, aku sampaikan kepada Rasululloh SAW. Beliau bersabda, “demi diriKU yang ada di tanganNya, tidak ada yang keluar dariNya kecuali yang Haq”[3]
Ibnu ‘Abd Al-bar menerangkan hadis yang semakna dengan hadis di atas :
.....بعض الصحابة الذين قالوا انك تكتب عن رسول الله صل الله عليه وسلم كلما يقول ورسول الله صل الله عليه وسلم يغضب فيقول مالايتحذ شرعا ما فرج ابن عمر الي رسول الله صل الله عليه وسلم فقال له اكتب فوالذي نفسي بيده ما حرج من فمي الا الحق

Yang artinya :”sebagian sahabat berkata (pada ibnu amr), ‘sesugguhnya engkau menuliskan dari Rasululloh SAW. Tetapi, ketika Rasululloh SAW berkata dalam keadaan marah tentu hal itu bukan suatu ajaran yang syara’. Kemudian Ibnu Amr menemui Rasululloh SAW . dan beliau bersabda pada Ibnu Amr’  “tulislah, demi diriKu yang da pada tanganNya, tak keluar suatupun dari mulutKu kecuali yang Haq”[4]

            Dalam riwayat Abu Hurairah diterangkan bahwa ketika Rasululloh SAW. Berpidato, hadirlah seseorang dari Yaman yang bernam Abu syah; kemudian, ia meminta Rasululloh SAW agar menuliskan pidato tersebut. Permohonan tersebut dikabulkan beliau dengan menyuruh sahabat lain mencatat pidatonya dan menyerahkan catatannya kepada Abu Syah.
Abu Dawud meriwayatkan hadis tersebut sebagai berikut :          
لما فتحت مكة قام النبي صل ألله عليه وسلم فذكر الخطبة النبي صل الله عليه وسلم قال فقام رجل من اهل اليمن يقال له ابو شاه فقال يا رسول الله اكتبوا لي فقال  اكتبوا لابي شاه
Yang artinya:” ketika terjadi futuh makkah, Nabi SAW, berdiri untuk enyampaikan khotbahnya yaitu khotbah Nabi SAW. Kemudian dikatakan, ‘seorang penduduk Yaman yang dinamai Abu Syah berdiri dan berkata :”ya Rasululloh, tuliskanlah untukku! Rasululloh SAW menjawab :”Tuliskanlah untuk Abu Syah [5]

Dalam keterangan selanjutnya, diterangkan bahwa Rasululloh SAW. Menjelang akhir hayatnya, sakit keras, sehingga parah sahabat menduga bahwa Rasululloh SAW.  Akan wafat pada waktu yang tiddak lama lagi. Waktu itu Rasululloh SAW. Menyuruh sahabat yang ada di sampingnya menyiapkan catatan, untuk menulis sesuatu yang akan didiktekannya, sebagai sesuatu yang dapat menjamin keselamatan ummat manusia. Hadis tersebut sebagai berikut :
عن ابن عباس قال لما اشتد بالنبي صل الله عليه وسلم وجهه قال ائتو ني بكتاب اكتب لكم كتابا لا تضلوا بعده 
Yang artinya :”diterima dari Ibnu Abbas Ra. Ketika Rasululloh SAW merasa sangat parah sakitnya ia berkata :”berikan kepadaku sebuah kitab yang akan kutuliskan untuk kalian sesuatu di mana kamu tidak akan tersesat setelahku selamanya…..”[6]

            Dari beberapa riwayat di atas diketahui adanya beberapa keterangan yang melarang pencatatan hadis da nada keterangan yang membolehannya. Dalam ungkapan lain, keberadaan hadis yang bertentagan, (ikhtilaf atau ta’arudh) dan yang seperti ini disebut dengan hadis mukhtalaf[7]. Oleh karena itu, ulama menyimpulkan beberapa kemungkinan sebab timbulnya dua versi hadis yang seolah-olah satu sama lain bertentangan atau mukhtalaf itu, sebagai :
a.      Pencatatan hadis dilarang pada permulaan islam, sedangkan tatkala islam sudah tersebar luas, para sahabat diperbolehkan mencatatnya.
b.      Pencatatan hadis dilarang bagi mereka yang belum bisa membedakan antara ayat-ayat Alqur’an dan teks-teks hadis
c.       Pencatatan hadis dilarang bagi sahabat yang dapat memahami hadis dengan mudah. Dan bagi mereka yang sulit memahaminya diizinkan pencatatan itu.
d.      Pencatatan hadis dilarang jika dicampuradukkan dengan Alqur’an
e.      Pencatatan hadis dilarang jika para sahabat lebih mengutamakan mempelajari hadis dari pada Alqur’an yang sekiranya akan menyia-nyiakan Alqur’an









 Sumber : metode kritik Hadis, Kh. Prof. DR. M. Abdurrahman, MA, hal, 1-6

[1] Muslim bin Hajjaj al_naisabury, shahuh juz II, n,p, d.p, h.598
[2] Muhammad Al-hajjaj al-khatib, ushul al-hadis) Beirut: darul fikr, 1975), cet III, h.127
[3] Abu dawud al-sjistany, sunan abu dawud, (mesir: isa al-babi al-hababi, 1956), cet,II, h.285
[4] Al-muniriah, mesr, tp, h.71
[5] Abu-Dawud al-sijistany, op cit. juz II h,287
[6] Ibid, h 33
[7] Hadis mukhtalaf ialah hadis shahih yang isinya berbeda satu sama lain. Beberpa teor yang dikemukakan ulam ialah dengan nasikh-mansukh, al-jam’u, rajah-marjuh, tawaqquf dan tanawwu

Ciri-ciri Dunia menurut Ali bin Abi Thalib

Ciri-ciri Dunia menurut Ali bin Abi Thalib

                Telah sampai kepada kita berita bahwa seseorang datang kepada Ali bin Abi Thalib Ra. Seraya berkata: “ Sebutkanlah kepada kami cir -ciri dunia, maka Ali Ra. Pun menjawab :“Dunia tidak lain  adalah suatu tempat yang awalnya adalah kesusahan dan akhirnya adalah kehancuran. Yang halal darinya akan dihisab dan yang haram darinya akan diberi hukum. Yang kaya didalamnya terkena fitnah dan yang fakir di dalamnya bersedih hati “
Melalui ucapan nya in , Ali bin Abi Thalib R.a menjelaskan kepada kita tentang ciri-ciri dunia.
                Perhatikanlah penjelasan Ali R.a. tersebut apakah kita menemukan penjelasan dari beliau bahwa dunia bisa dijadikan sandaran untuk memperoleh kebahagiaan? Sekali kali, tidak. Dunia tidak akan pernah mampu memberi kebahagiaan hakiki bagi manusia. Dunia hanya menampilkan segala sesuatu yang bersifat semu dan sementara bagi kita. Hanya orang yang bersyahwat kepada dunia yang memandang dunia sebagai sumber kebahagiaan.
Ali R.a. mengatakan kepada kita bahwa dunia adalah tempat yang pada awalnya kesusahan dan akhirnya kehancuran. Adakah pilihan yang bisa kita ambil dari keadaan seperti itu? Bahkan Ali juga mengatakan, “yang halal dari dunia akan dihisab dan yang haram darinya akan mendapat hukuma; yang kaya mendat fitnah dan yang fakir akan mengalami kesedihan hati”. Sekali lagi, mungkinkah kita bisa memilih diantara pilihan-pilihan seperti itu? rasanya tak mungkin kita mengambil satu pilihanpun.
Lalu, apa arti nasihat ini? Kita diingatkan oleh Ali bin Abi Thalib Ra. Agar tidak menggantungkan harapan dan dambaan terhadap dunia. Tak ada apapun yang bernilai didalamnya. Dunia hanyalah sarana , bukan tujuan. Jangan terlalu mendamba nya , karena ia bukan akhir segalanya.


Sumber :
Judul buku : Nasehat-nasehat Emas Khulafaur Rasyidin


Halaman   : 186-187
Penulis.      : John Rinaldi
Penerbit    : SABIL



SHALAT MENURUT ETIMOLOGI DAN TERMINOLOGI

A.     Shalat menurut Etimologi (Bahasa)

                        Shalat menurut etimologi artinya doa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Alloh SWT dalam suroh At-taubah ayat : 103
"وصل عليهم"
Yang terjemahannya :”dan berdoalah untuk mereka”

Hal serupa juga disebutkan dalam sabda Nabi SAW
اذدعي احدكم فليجب فان كان صاءما فليصل وان كان مفطرا فليطعم
Yang artinya :”apabila seseorang di undang makan, maka penuhilah (undangan) itu. Jika sedang berpuasa, hendaklah ia mendoakan  (orang yang mengundang), dan jika ia tidak berpuasa, hendaklah ia makan”[1]
Maknanya, hendklah ia mendoakan (orang yang mengundang). Sementara itu, Al-A’sya[2] dalam syairnya berkata :”putriku berkata padahal aku sudah hampir pergi
Ya Robb! Jauhkanlah Ayahku dari musibah dan penyakit
Semoga engkau juga mendapatkan seperti apa yang engkau doakan.
Pejamkan mata untuk tidur, karena sisi tubuh seseorang itu untuk berbaring
            Maksudnya, semoga engkau mendapatkan seperti yang engkau doakan untukku.

B.      Shalat menurut terminology Syar’i

            Menurut terminology syariat, shalat adalah ibadah dengan perkataan-perkatan dan perbuatan-perbuatan tertentu, diawali dengan takbir, dan diakhiri dengan salam.
            Shalat mencakup : Shlat fardhu lima waktu, shalat jum’at, sholat jenazah. Juga sujud tilawah dan sujud syukur jika kita katakana kedua sujud ini dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
            Shalat tidak mencakup thawaf  di Baitulloh, karena thawaf  tidak dimulai dengan takbir dan diakhri dengan salam. Adapun tentang hadis yang berbunyi :
الطواف بالبيت صلاة
Yang artinya :”thawaf di baitulloh adalah shalat[3]
            Hadis ini tidak shahih dari Nabi SAW, seperti yang dijelaskan oleh Syekhul islam Ibnu Taimiyah[4] beliau berkata, “ulama sepakat bahwa di dalam Thawaf tidak diwajibkan apa yang diwajibkan dalam shalat, seperti; takbiratul ihram, salam, bacaan dan lainnya.
Dan tidaklah membatalkan thawaf, hal-hal yang membatalkan shalat, seperti makan, minum, berbicara dan lainnya.



[1] HR.Muslim, kitab;An-Nikah, bab; Al-amru bi Ijabatid da’I, hadis nomor 1431.
[2] Diwanul A’sya, hal:73
[3] HR.at-Turmudzi, kitab;al-Hajj, bab; ma ja’a fil kalami fith Thawaf, hadis  nomor 960
[4] Majmu’ Alfatawa (26/125)

Saturday, 28 October 2017

Unsur-unsur yang terkandung didalam Hadis dan pengertiannya



حدثنا عبيد الله بن موسي قال: اضبرنا حنظلة بن ابي سفيان عن عكرمة بن خالد عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول لله ص.م. بني الاسلام علي خمس شهادة ان لا اله الا لله  و ان محمد ارسول لله و اقام صلاة و ايتاء الزكاة و الحج وصوم رمضان    رواه البخار
Yang artinya:”telah menceritakan kepada kami, Ubaidillh bin Musa, ia berkata :”telah mengabarkan kepada kami Handhalah bin abi Sufyan dari Ikrimah bin Khalid dari Ibnu Umar radhiyaLLohu anhuma  berkata :”Telah bersabda Rosululloh SAW. :”Didirikan islam itu atas 5 perkara : syahadat bahwa tidak ada Tuhan kecuali Alloh  dan Muhammad Rasul Alloh, mendirikan shalat, membayar zakat, berhaji dan puasa dalam bulan ramadhan”

                Dari contoh Hadis di atas, ada tiga unsur pokok yang terkandung di dalamnya. Yakni Rawi (orang yang meriwayatkan) sanad (jalur periawayatan)  matan hadis  (isi hadis)

1.       Rawi (periwatan)
                Yang dimaksud dengn rawi ialah “orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab, apa yang pernah didengar atau diterimanya dari seseorang (gurunya).Bentuk jamaknya : ruwat , perbuatan menyampaikan Hadis tersebut dinamkan me-Rawi  (riawayat)kan hadis.
2.       Sanad
                Menurut bahasa sanad berarti : sandaran ; yang dapat dipegangi atau dipercayai ; Kaki bukit atau Kaki gunung
                Menurut istilah, sanad Hadis berarti : Jalan yang menyampaikan kita kepada  matan  Hadis
                Sanad dsebut juga dengan : thariq atau wajh
3.       Matan
                Dari segi bahasa, matan berarti : punggung jalan (muka jalan); atau tanah yang keras dan tinggi.
                Dari segi istilah, matan  (matbul Hadis) berarti materi berita yng berupa sabda, perbuatan atau taqrir Nabi SAW. Yang terletak setelah sanad terakhir.
Secara umum, matan  dapat diartikan selain suatu pembicaraan yang berasal/tentang Nabi, juga berasal/tentang Sahabat atau Tabi’in.


Friday, 27 October 2017

PENGERTIAN HADIS SECARA BAHASA DAN ISTILAH

            PENGERTIAN  HADIS SECARA BAHASA DAN ISTILAH
Hadis secara bahasa ialah :
a.      الجديد ( yang baru  ) lawannya القديم  ( yang lama ),
b.      القريب ( yang dekat : yang belum lama terjadi)
c.      الخبر  ( khabar/berita )
Hadis menurut istilah ( terminologi ), para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian istilah Hadis.


a.     Ulama hadis umumnya menyatakan, bahwa “Hadis ialah segala ucapan Nabi SAW, segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan) beliau dan segala keadaan beliau“
Termasuk “segala keadaan beliau” adalah Sejarah hidup beliau, yakni waktu kelahiran beliau, keadaan sebelum dan sesudah beliau dibangkitkan sebagai Nabi dan Rasul.

b.     Ulama Ushul menyatakan, bahwa “Hadis ialah segala perkataan, segala perbuatan dan taqir Nabi SAW, yang bersangkut-paut dengan hukum“

c.      Sebahagian Ulama, antara lain At-thiby menyatakan bahwa, “Hadis ialah segala perkataan, perbuatan dan taqri Nabi, para sahabatnya dan para Tabi’in.
Dengan demikian apa yang datang dari Nabi, para sahabat dan tabi’in, termasuk kategori Hadis.

d.     Abdul Wahab Ibnu Subky dalam “ Mutnul Jam’il Jawami “ menyatakan, Hadis ialah segala perkataan dan perbuatan Nabi SAW. 
Menurut Al-allamah al-Bannany dalam hasyisyahnya atas syarah-syarah Syamsuddin al-Mahally, bahwa tidak dimasukkannya kata-kata taqrir oleh Ibnu Subki dalam definisi hadis tersebut dimaksudkan untuk menghindari terjadinya susunan definisi yang “ghairu mani” atau “nonekslusif”, lagipula, bahwa “taqrir” itu telah masuk dalam kategori perbuatan. Sebab kaidah mengatakan, bahwa “tidak ada beban hukum, kecuali dalam bentuk perbuatan”.
Dengan demikian, pendapat Ibnu Subky tersebut tidaklah mengingkari adanya taqrir Nabi SAW, sebagai salah satu bentuk Hadis

              Sumber;Ilmu hadis, menurut pembela pengingkar dan pemalsunya. oleh prof.Dr.H.M.Syuhudi Ismail cetakan keterakhir 

Hadis dan Sunnah dalam Alqur'an


Assalamu alaikum wa rohmatullohi wa barokatuH

          Suatu hal yang telah kita ketahui bersama, bahwa hadis dan sunnah, adalah sumber hukum kedua setelah Alquran di dalam ajaran agama Islam. Suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam perjalanan spritual seorang hamba menuju Robb-Nya, adalah suatu hal yang aneh, ketika seorang individu hendak menuju suatu tempat dan tak punya Peta menuju ke tempat tersebut, maka sudah menjadi suatu kepastian bahwa, akan terjadi yang namanya ketersesatan dalam perjalanan tersebut. Maka tak jauh berbeda dalam Hal ini, perjalanan hidup kita menuju Alloh SWT, ketika kita tak berpacu pada peta agama, dalam hal ini ialah Alquran dan As sunnah, maka besar kemungkinan, kita tidak akan sampai kepada Alloh SWT.
            Bukankah Alloh SWT berfirman di dalam Alqur’an suroh At-talaq ayat 10:   
الد امنوا قد انزل الله اليكم دكرا
Yang terjemahannya :”(yaitu) Orang-orang yag beriman, sungguh Alloh telah menurunkan kepada kalian peringatan”.
Lalu, pada suroh al baqarah ayat : 156
انالله و انا اليه راجعون
Yang terjemahannya :”sesungguhnya kami milik Alloh, dan kepada-Nyalah, kami kembali”
Dari 2 dalil ini, telah menunjukkan kita jarum Kompas arah tujuan hidup Manusia, selain dari dua dalil ini, masih banyak dalil-dalil dalam alquran dan hadis yang menggambarkan peta konsep arah dan akhir dari kehidupan ini.
            Berangkat dari kebutuhan kita akan kebenaran dan rahasia hidup ini, maka sudah sepantasnya bagi kita mengkaji, dan mempelajari sumber hukum sekaligus pedoman hidup kita, yaitu Alquran dan As-sunnah.

1.     Kedudukan Hadis dalam beberapa ayat dalam Alqur’an
            Hadis, adalah
ماصيف لنبي ص لله عليه و سلم من قول او فعل او تقرير او صيفت
Yang artinya : “segala yang dilandaskan kepada Nabi SAW, baik perkataannya, perbuatan, takrir dan sifatnya”
Kedudukan hadis digambarkan dibeberapa ayat dalam alquran, salah satunya pada QS.Al-Hasyr ayat : 7
وما اتكم الرسول فخده وما نهكم عنه فنتهوا وتقوا الله ين يلله شديد العقاب
Yang artinya :” dan apa yang rosulmu berikan kepadamu, maka ambillah, dan apa yang dilarangkan untukmu, maka tinggalkanlah”
Dari dalil ini, telah menjelaskan kedudukan hadis, dimana pengertian hadis dari segi bahasa adalah الخبر  yaitu khabar berita, dimana apa-apa saja yang disampaikan nabi secara lisan, perbuatan, takrir dan sifat beliau, adalah suatu hukum, yang seyogyanya dilaksanakan bagi kita ummat muslimim, baik itu perintah الامر ataupun larangan النهو


2.kedudukan Sunnah dalam Alqur’an
            Sunnah menurut bahasa menurut Dr.Mustafa As-Siba’y dalam kitabnya As-sunnah wa makana tuha fit Tasyri’il islamy,  beliau mengatakan bahwa, arti sunnah menurut bahasa ialah
الطريقة مهمودة كانت او مذموذة
Yang artinya :”jalan, baik terpuji maupun tercela”
Hal ini sesuai dengan hadis-hadis Rasululloh SAW yang menyatakan
من سننة حسنة فله اجرها واجرمن عمل بها الي يومل القيمة ومن سن  سئة فعليه وزرها و وزرمن عمل بها الي يوم القيمه     {روه البخار و مسلم}

Yang artinya : “Barang siapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang baik, maka baginya pahala atas perbutannya itu, dan pahala orang-orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat. Dan barang siapa yang mengadakan suatu sunnah (jalan) yang buruk, maka ia berdosa atas perbuatannya itu, dan menanggung dosa orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat  (riwayat Bukhari dan Muslim)
Lalu, dimana penempatan khusus terhadap sunnah  didalam alqur’an, yang menjelaskan kedudukannya sebagai sumber hukum kedua?
Alloh SWT berfirman dalam suroh An nisa ayat 65 :
فلا و ربك لا يوِءمنون حي يحكموك فيما شجر بينهم ثم لا يجدوا في انفسهم حرجا مما قضيت و يسلموا تسليما
 Yang terjemahannya :”maka demi tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau  (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perkara yang mereka perselisihkan (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya”
Dalam sunnah atau  jalan Nabi SAW, ada banyak contoh atau uswah keteladanan yang beliau perlihatkan kepada kita, maka daripada itu, sudah sepantasnyalah kita sebagai ummat Beliau, melaksanakan sunnah-sunnah secara tersebut kaffah semoga disaat kita dikumpulkan kelak, beliau mau mengakui kita sebagai ummatnya, dan semoga perjalanan hidup kita kepada Alloh SWT, bisa sampai
لفظا معنا و عملا
اسلام عليكم و رحمت لله و بركاته