Dalam Alqur’an dan hadis, baik
secara tersurat maupun tersirat, diterangkan bahwa hadis adalah sumber tasyri
yang kedua sesudah Alqur’an. Namun,
walaupun keduanya adalah sumber tasyri islam, dalam penulisan dan
kodifikasinya satu sama lain berbeda.
Penulisan Alqur’an sudah
dilakukan di zaman Rasululloh SAW. Secara teratur dan terarah, serta para
sahabat selalu mendapatkan bimbingan dari padaNya.
Dalil pelarangan penulisan Hadis
Pada masa permulaan islam, Rasululloh SAW tidak
merestui para “penulis wahyu” mencatat sabda-sabdanya selain Alqur’an. Sebagai
tindak lanjut dari ketidaksetujuan tersebut, Rasululloh SAW. Memerintahkan
menghapus segala catatan yang berhubungan dengan tulisan, selain Alqur’an. Hal
ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri bahwa
rasululloh SAW. Bersabda :
لا تكتبوا عني ومن كتب عني غير القران فليمحه وحدثوا عني ولا حرج ومن كذب
علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
Yang artinya :” jangan kalian
menulis (hadis) dariku dan barangsiapa menulis selain Alqur’an dariku,
hendaklah ia menghapusnya. Kabarkanlah (hadis) dariku dengan leluasa dan barang
siapa yang berdusta dengan sengaja atas namaku, maka bersiap-siaplah tempatnya
duduknya di neraka”[1]
HR.muslim
Selain Rasululloh SAW
memerintahkan menghapus catatan selain Alqur’an jika terlanjur dicatat, beliau
tidak memberi izin jika ada sahabat yang menulisnya, sebagaimana diterangkan
dalam riwayat-riwayat berikut :”
جهد نابالنبي ص لله عليه وسلم ان يأذن لنا في الكتاب فأبي و في رواية عنة
قال : يستأذنا النبي ص لله عليه وسلم ف الكتاب فلم يأذن لنا.......خرج رسول الله
ونحن نكتب الاحاديث فقال : ماهذا الذي تكتبون قلنا الحديث نسمعها منك قال كتاب غير كتاب اللله اتدرون ما ضل الامم
قبلكم الا بما كتبوا من الكتاب مع كتاب اللله تعلي
Yang artinya :”kami bersih
keras meminta izi kepada Nabi SAW, untuk menuliskan (hadis). Namun, beliau
melarangnya. Dalam riwayat lain, dikemukankan juga bahwa :”kami meminta izin
kepada Nabi SAW, untuk menuliskannya, tetapi tetap beliau tidak
mengizinkan…….ketika beliau keluar, kami serta merta menuliskan hadis-hadis
itu. Namun, kemudian Nabi bertanya, “apa yang kalian tulis itu?” kami menjawab
:”ini adalah hadis-hadis yang kami dengar darimu.” Nabi bersbda :”ini adalah
kitab selain kitab Alloh. Tahukah kalian, betapa banyak ummat sebelum kalian
yang sesat yang mereka menuliskan (hadis) bersama kita Alloh “[2]
Dari keterangan-keterangan di atas, menunjukkan bahwa
Rasululloh SAW. Melarang dan tidak menyenangi para sahabat mencatat hadis dan
sabdanya.
Dalil diperbolehkannya menulis
Hadis, atau membukukannya
Dalam hadis riwayat Abu Dawud, meriwayatkan sebuah hadis
sebagai berikut :
عن عبد الله بن عمر وقال كنت اكتب كل شئ اسمعه من رسول الله صل الله عليه
وسلم اريد حفظه فنهتني قريش وقالوا اتكتب كل شئ تسمعه و رسول الله صل الله عليه
وسلم بشر يتكلم في الغضب والرضا فأمسكت عن الكتاب فذكرت ذالك لرسول الله صل الله
عليه وسلم فأومأ بأصبعه الي فيه فقال اكتب
فو الذي نفسي بيده ما يخرج منه الا حق
Yang artinya :”dari Abdulloh
bin Amr’, ia berkata :”aku menulis segala yang kudengar dari Rosulullohi SAW. (karena) aku ingin memeliharanya. Namun,
seseorang Quraisy melarangku dan berkata, “apakah kau tulis segala yang kau
dengr?” kemudian, aku akupun menahan diri dari penulisan itu dan hal. Kemudian,
aku sampaikan kepada Rasululloh SAW. Beliau bersabda, “demi diriKU yang ada di
tanganNya, tidak ada yang keluar dariNya kecuali yang Haq”[3]
Ibnu ‘Abd Al-bar menerangkan
hadis yang semakna dengan hadis di atas :
.....بعض
الصحابة الذين قالوا انك تكتب عن رسول الله صل الله عليه وسلم كلما يقول ورسول
الله صل الله عليه وسلم يغضب فيقول مالايتحذ شرعا ما فرج ابن عمر الي رسول الله صل
الله عليه وسلم فقال له اكتب فوالذي نفسي بيده ما حرج من فمي الا الحق
Yang artinya :”sebagian
sahabat berkata (pada ibnu amr), ‘sesugguhnya engkau menuliskan dari Rasululloh
SAW. Tetapi, ketika Rasululloh SAW berkata dalam keadaan marah tentu hal itu
bukan suatu ajaran yang syara’. Kemudian Ibnu Amr menemui Rasululloh SAW . dan
beliau bersabda pada Ibnu Amr’
“tulislah, demi diriKu yang da pada tanganNya, tak keluar suatupun dari
mulutKu kecuali yang Haq”[4]
Dalam riwayat Abu Hurairah diterangkan bahwa ketika
Rasululloh SAW. Berpidato, hadirlah seseorang dari Yaman yang bernam Abu syah;
kemudian, ia meminta Rasululloh SAW agar menuliskan pidato tersebut. Permohonan
tersebut dikabulkan beliau dengan menyuruh sahabat lain mencatat pidatonya dan
menyerahkan catatannya kepada Abu Syah.
Abu
Dawud meriwayatkan hadis tersebut sebagai berikut :
لما فتحت مكة قام النبي صل ألله عليه وسلم فذكر الخطبة النبي صل الله عليه
وسلم قال فقام رجل من اهل اليمن يقال له ابو شاه فقال يا رسول الله اكتبوا لي
فقال اكتبوا لابي شاه
Yang artinya:” ketika terjadi
futuh makkah, Nabi SAW, berdiri untuk enyampaikan khotbahnya yaitu khotbah Nabi
SAW. Kemudian dikatakan, ‘seorang penduduk Yaman yang dinamai Abu Syah berdiri
dan berkata :”ya Rasululloh, tuliskanlah untukku! Rasululloh SAW menjawab
:”Tuliskanlah untuk Abu Syah [5]
Dalam keterangan selanjutnya,
diterangkan bahwa Rasululloh SAW. Menjelang akhir hayatnya, sakit keras,
sehingga parah sahabat menduga bahwa Rasululloh SAW. Akan wafat pada waktu yang tiddak lama lagi.
Waktu itu Rasululloh SAW. Menyuruh sahabat yang ada di sampingnya menyiapkan
catatan, untuk menulis sesuatu yang akan didiktekannya, sebagai sesuatu yang
dapat menjamin keselamatan ummat manusia. Hadis tersebut sebagai berikut :
عن ابن عباس قال لما اشتد بالنبي صل الله عليه وسلم وجهه قال ائتو ني بكتاب
اكتب لكم كتابا لا تضلوا بعده
Yang artinya :”diterima dari
Ibnu Abbas Ra. Ketika Rasululloh SAW merasa sangat parah sakitnya ia berkata :”berikan
kepadaku sebuah kitab yang akan kutuliskan untuk kalian sesuatu di mana kamu
tidak akan tersesat setelahku selamanya…..”[6]
Dari beberapa riwayat di atas diketahui adanya beberapa
keterangan yang melarang pencatatan hadis da nada keterangan yang
membolehannya. Dalam ungkapan lain, keberadaan hadis yang bertentagan, (ikhtilaf
atau ta’arudh) dan yang seperti ini disebut dengan hadis mukhtalaf[7].
Oleh karena itu, ulama menyimpulkan beberapa kemungkinan sebab timbulnya dua
versi hadis yang seolah-olah satu sama lain bertentangan atau mukhtalaf itu,
sebagai :
a. Pencatatan
hadis dilarang pada permulaan islam, sedangkan tatkala islam sudah tersebar
luas, para sahabat diperbolehkan mencatatnya.
b. Pencatatan
hadis dilarang bagi mereka yang belum bisa membedakan antara ayat-ayat Alqur’an
dan teks-teks hadis
c. Pencatatan
hadis dilarang bagi sahabat yang dapat memahami hadis dengan mudah. Dan bagi
mereka yang sulit memahaminya diizinkan pencatatan itu.
d. Pencatatan
hadis dilarang jika dicampuradukkan dengan Alqur’an
e. Pencatatan
hadis dilarang jika para sahabat lebih mengutamakan mempelajari hadis dari pada
Alqur’an yang sekiranya akan menyia-nyiakan Alqur’an
Sumber : metode
kritik Hadis, Kh. Prof. DR. M. Abdurrahman, MA, hal, 1-6
[1]
Muslim bin Hajjaj al_naisabury, shahuh juz II, n,p, d.p, h.598
[2]
Muhammad Al-hajjaj al-khatib, ushul al-hadis) Beirut: darul fikr, 1975), cet
III, h.127
[3]
Abu dawud al-sjistany, sunan abu dawud, (mesir: isa al-babi al-hababi, 1956),
cet,II, h.285
[4]
Al-muniriah, mesr, tp, h.71
[5]
Abu-Dawud al-sijistany, op cit. juz II h,287
[6] Ibid,
h 33
[7] Hadis
mukhtalaf ialah hadis shahih yang isinya berbeda satu sama lain. Beberpa teor
yang dikemukakan ulam ialah dengan nasikh-mansukh, al-jam’u, rajah-marjuh,
tawaqquf dan tanawwu
No comments:
Post a Comment